Minggu pertama saat aku masuk SMP. Aku
bingung harus memilih apa. Saat Wakil Kesiswaan meminta kami memilih EksKul
yang akan kami ikuti, selain Pramuka yang diwajibkan. PMR, satu EksKul yang
asing bagi kami saat itu. Akupun penasaran dan ingin tahu mengenai EksKul ini.
Jadi kuputuskan untuk memilih PMR.
Latihan perdana, kulihat banyak
sekali anggota baru dari angkatanku. Semuanya perempuan kecuali aku dan satu temanku. Akupun berpikir jika PMR adalah
EksKul perempuan. Malu rasanya jika tahu begini. Namun mengetahui ada beberapa
senior laki-laki rasa itu berkurang dan lenyap seiring kami berlatih tiap
seminggu sekali.
Akhirnya diklat dan pelantikan kami
sebagai anggota baru. Semuanya bersemangat, terlihat dari senyum semringah
mereka. Namun saat kegiatan itu usai semuanya berubah. Banyak teman yang mundur
dan jarang berangkat latihan. Namun setidaknya ada beberapa anggota yang masih
aktif.
Inilah pesta yang ditunggu setiap anggota
PMR. Jumbara, Jumpa Bakti Gembira. Kamipun menggiatkan latihan agar bisa lolos
seleksi. Meskipun bersaing, kami merasakan persahabatan kami semakin erat. Kami
tertawa dan bercanda. Tanpa sadar aku tidak kesepian lagi. Lima belas anggota terpilih termasuk aku didalamnya. Meskipun ini
pertama kalinya kami mengikuti Jumbara, kami akan berusaha demi teman-teman
kami yang tidak dapat mengikuti pesta ini. Banyak hal yang kami alami. Dari mendirikan
tenda, memasak hingga gosong, kepanasan kehujanan di tenda, dan masih banyak lagi.
Saat itulah kami merasakan kebersamaan. Namun disisi lain kamipun bersedih. Karena
tidak satupun piala dapat kami bawa pulang.
Pulang, hal yang kami tunggu-tunggu
dan ingin segera bercerita tentang pengalaman kami kepada teman-teman
dipangkalan. Sayang sejak latihan dimulai lagi tidak satupun dari mereka yang
berangkat. Kesempatan kami bercerita lenyaplah sudah. Kini yang tersisah
hanyalah kami, mantan peserta Jumbara.
Kelas delapan, dan aku masih aktif.
Aku syok ketika pembinaku menunjukku mengikuti seleksi Jumbara Daerah bersama
satu temanku. Dia orang yang spesial bagiku. Dan sejak saat itu aku dekat
dengannya. Saat itulah kurasakan cinta didalam PMR. Tak kusangka aku lolos
seleksi. Namun.......................,Sayangnya dia tidak lolos. Jarak yang
jauh dan waktu yang tidak bisa kompromi membuatku tertekan setiap kali
berangkat latihan sendiri. Namun berbeda ketika “Semangat ya.............!” dia
memberiku semangat. Semuanya terasa ringan dan mudah dilalui. Karenanya “Terimakasih
telah membuatku bertahan sampai sejauh ini.”
Kelas Sembilan, fokus untuk ujian
dan dilarang mengikuti EksKul manapun. Semuanyapun terasa berbeda. Tiada canda,
tawa, dan latihan bersama. Tanpa disadari persahabatan kami memudar oleh
keperluan kami masing-masing. Bahkan kamipun merasa asing satu dengan yang
lain. Menyakitkan memang, jika harus kehilangan sahabat disaat akan berpisah.
Tapi inilah yang kualami. Dan membuatku enggan untuk memulainya kembali.
SMA, entah kenapa aku memilih PMR.
Bahkan ikut Jumbara lagi. Bersama teman-teman baru tentunya. Awalnya rasa
enggan masih menyelimuti hati. Namun selimut itu perlahan pudar dan aku mulai
merasakan kehangatan itu lagi. Disaat kami bercanda, tertawa, dan berlatih
bersama.
Pulang Jumbara kami membawa dua
piala. Sungguh menyenangkan saat kerjasama dan perjuangan kami membuahkan
hasil.
Dan.....................
kini
kusadar. ..................
Ada
kebersamaan, persahabatan, dan cinta yang tulus disana.
Kini ku tatap masa depan sebagai
Relawan Masa Depan. Yang bekerja setulus hati. Agar dunia bisa merasakan
kehangatan itu, Hangatnya Palang Merah.
No comments:
Post a Comment